Restara-Rabithah Ma’ahid
Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU) DKI Jakarta menggelar Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil)
ke-1 di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, Sabtu (17/9).
Ketua PP
RMI-NU, KH. Abdul Ghaffar Razin, dalam sambutannya mengutarakan bahwa pesantren
harus memiliki legalitas yang diakui pemerintah. “saya melihat bahwa sebagian
besar pesantren di pulau jawa, terutama jawa tengah dan jawa timur, tidak
mempunyai legalitas terhadap bangunannya. Ini akan menjadi masalah dikemudian
hari” Tutur Gus Razin.
Dalam kesempatan yang sama, beliau
menyampaikan tiga poin penting yang harus dimiliki pesantren, yaitu: pemikiran
pesantren, pendidikan pesantren, dan kemampuan fisik pesantren yang mencakup
kebersihan dan rasa nyaman.
“Ketika masyarakat sudah terpengaruh
dengan gagasan pesantren itu kumuh, masyarakat akan berpikir dua kali ketika
hendak memasukkan anak, saudara dan kerabatnya ke pesantren. Bahkan ada
sebagian masyarakat yang takut jika anaknya di pesantren akan terkena kudis
(gudik)” jelasnya.
Pesantren
yang sedari dulu terfokus pada sosok kiai pengasuh dengan para santri yang
berniat ngawulo ngabekti maring kiai, kini
tidak lagi ditemukan pada pesantren-pesantren masa kini yang dapat berdiri
tanpa adanya figure kharismatik utama kiai sebagai pengayom sebuah pondok
pesantren.
RMI-NU sebagai
perkumpulan para pimpinan pesantren ikut berpartisipasi dalam pengembangan
pesantren saat ini. Mereka bergerak dengan menggalakkan pengutamaan pendidikan
kitab kuning yang lebih inovatif, seperti pelaksanaan lomba baca kitab kuning,
mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas tenaga pengajar dan lain
sebagainya. (LF)
No comments