Kemarin kemarin salafi wahabi
banyak heboh mengupload gambar yang saya lampirkan , seolah olah mereka ada di
jalan yang benar dan menganggap bagi yang tak mampu menjawabnya dianggap tidak
memahami ISLAM menurut mereka
isi gambar itu adalah :
Ummi Aisyah - Tahlilan
bismillah ….
Afwan … saya mau bertanya …
1. siapakah yang memimpin
tahlilan pada saat RASULULLAHU SAW wafat ?
2. siapakah yang memimpin
tahlilan pada saat imam syafi’i wafat ?
nb : Demi Allahu , kalau ada
yang bisa jawab pertanyaan saya maka saya akan belajar ISLAM kepada yang bisa
menjawabnya.
Baiklah saya Jefri Nofendi akan
menjawabnya dan sesuai kesepakatan dalam catatan kecil (nb) maka bila
pertanyaan itu mampu dijawab maka seluruh kaum salafiwahabi bersedia belajar
ISLAM dengan saya , ,
Jawaban soal 1 : tidak ada yang
memimpin tahlilan saat NABI MUHAMMAD SAW wafat, alasannya karena NABI MUHAMMAD
SAW adalah maksum dan beliau sudah dijamin dengan rahmat ALLAHU SWT masuk
surga, , kalau saat RASULLLAH SAW wafat diadakan tahlilan itu artinya
menganggap dan menuduh NABI tidak maksum, , tahlilan hanya berlaku bagi
mereka yang tidak maksum dan tidak mendapat jaminan rahmat masuk SURGA, ,
karena RASULULLAH SAW adalah maksum maka tidak ada tahlilan untuk beliau karena
tidak ada tahlilan maka tidak ada seorangpun yang memimpin tahlilan.
2. yang memimpin tahlilan
ketika imam syafi’i wafat adalah seorang wali (penguasa) yang bernama
Muhammad bin as-Suri bin
al-Hakam , muhammad bin as-suri bin al-hakam adalah seseorang yang diwasiatkan
oleh imam syafi’i, apabila beliau wafat agar dimandikan dan diurus oleh
muhammad bin as-suri bin al hakam , dari memandikan, memimpin sholat jenazah,
menguburkan, mendo’akan serta tahlilan bersama jama’ah yang lain yang
hadir saat imam syafi’i wafat, … kisah detik detik wafatnya imam syafi’i dan
wasiatnya tertulis dalam tarikh sejarah, dan bahkan wikipedia juga ada kok
menuliskan ini berikut cuplikan kisah wafatnya imam syafi’i :
——————————————————-
Pada suatu hari, Imam Syafi’i
terkena wasir, dan tetap begitu hingga terkadang jika ia naik kendaraan
darahnya mengalir mengenai celananya bahkan mengenai pelana dan kaus kakinya.
Wasir ini benar-benar menyiksanya selama hampir empat tahun, ia menanggung
sakit demi ijtihadnya yang baru di Mesir, menghasilkan empat ribu lembar.
Selain itu ia terus mengajar, meneliti dialog serta mengkaji baik siang maupun
malam.
Pada
suatu hari muridnya Al-Muzani masuk menghadap dan berkata, “Bagamana
kondisi Anda wahai guru?” Imam Syafi’i menjawab, “Aku telah siap meninggalkan
dunia, meninggalkan para saudara dan teman, mulai meneguk minuman kematian,
kepada Allah dzikir terus terucap. Sungguh, Demi Allah, aku tak tahu apakah
jiwaku akan berjalan menuju surga sehingga perlu aku ucapkan selamat, atau
sedang menuju neraka sehingga aku harus berkabung?”
Setelah
itu, dia melihat di sekelilingnya seraya berkata kepada mereka, “Jika aku
meninggal, pergilah kalian kepada wali (penguasa), dan mintalah kepadanya agar
mau memandikanku,” lalu sepupunya berkata, “Kami akan turun sebentar untuk
salat.” Imam menjawab, “Pergilah dan setelah itu duduklah disini menunggu
keluarnya ruhku.” Setelah sepupu dan murid-muridnya salat, sang Imam bertanya,
“Apakah engkau sudah salat?” lalu mereka menjawab, “Sudah”, lalu ia minta
segelas air, pada saat itu sedang musim dingin, mereka berkata, “Biar kami
campur dengan air hangat,” ia berkata, “Jangan, sebaiknya dengan air safarjal”.
Setelah itu ia wafat. Imam Syafi’i wafat pada malam Jum’at menjelang subuh pada
hari terakhir bulan Rajab tahun 204 Hijriyyah atau tahun 809 Miladiyyah pada
usia 52 tahun.
Tidak
lama setelah kabar kematiannya tersebar di Mesir hingga kesedihan dan duka
melanda seluruh warga, mereka semua keluar dari rumah ingin membawa jenazah di
atas pundak, karena dahsyatnya kesedihan yang menempa mereka.
Tidak
ada perkataan yang terucap saat itu selain permohonan rahmat dan ridha untuk
yang telah pergi.
Sejumlah
ulama pergi menemui wali Mesir yaitu Muhammad bin as-Suri bin al-Hakam,
memintanya datang ke rumah duka untuk memandikan Imam sesuai dengan wasiatnya.
Ia berkata kepada mereka, “Apakah Imam meninggalkan hutang?”, “Benar!” jawab
mereka serempak. Lalu wali Mesir memerintahkan untuk melunasi hutang-hutang
Imam seluruhnya. Setelah itu wali Mesir memandikan jasad sang Imam.
Jenazah
Imam Syafi’i diangkat dari rumahnya, melewati jalan al-Fusthath dan pasarnya
hingga sampai ke daerah Darbi as-Siba, sekarang jalan Sayyidah an-Nafisah. Dan,
Sayyidah Nafisah meminta untuk memasukkan jenazah Imam ke rumahnya, setelah
jenazah dimasukkan, dia turun ke halaman rumah kemudian salat jenazah, dan
berkata, “Semoga Allah merahmati asy-Syafi’i, sungguh ia benar-benar berwudhu
dengan baik.”
Jenazah
kemudian dibawa, sampai ke tanah anak-anak Ibnu Abdi al-Hakam, disanalah ia
dikuburkan, yang kemudian terkenal dengan Turbah asy-Syafi’i sampai hari ini,
dan disana pula dibangun sebuan masjid yang diberi nama Masjid asy-Syafi’i.
Penduduk Mesir terus menerus menziarahi makam sang Imam sampai 40 hari 40
malam, setiap penziarah tak mudah dapat sampai ke makamnya karena banyaknya
peziarah.
——————————————————-
nah
saya sudah menjawabnya dengan penjelasan yang disertai bukti dan argumen,
sesuai kesepakatan harap kaum salafiwahabi yang mengupload gambar tersebur
segera belajar ISLAM dengan saya/Jefri Nofendi, dan bila kalian ingin belajar
ISLAM dengan saya harap kalian di hadapan saya mengucap kembali 2 kalimah
syahadat ,
tapi
kalau kalian salafiwahabi enggan dan mengingkari kesepakatan , silakan jilat
lagi ludah kalian kembali yang mengatasnamakan sumpah “Demi
allaah”
,
“BERSUMPAH
PALSU ADALAH DOSA BESAR YANG PELAKUNYA SUDAH PASTI DIGANJAR MASUK NERAKA
KECUALI DIRINYA BERTOBAT !!! “
Tertanda
Jefri
Nofendi
ASWAJA
Bidang IT
NB
: silakan copas dan share seluas luasnya bagi teman teman yang lain bila
dikirimkan gambar tersebut atau dihadapkan pertanyaan seperti gambar tersebut
…. buat kaum salafiwahabi yang tidak merasa gengsi mengupload gambar tersebut
saya tunggu keberaniannya untuk bersedia belajar ISLAM dengan saya sendiri,
[http://www.arrahmah.co.id/]
No comments